Lorem Ipsum Dolor .......

Lorem ipsum lorem ipsum lorem ipsum lorem ipsum.......

Kerajinan di Kecamatan Pundong

Industri gerabah ternyata tidak hanya dijumpai di Kasongan Bantul. Di desa Panjangrejo kecamatan Pundong kabupaten Bantul Yogyakarta, wisatawan bisa mengenal dan melihat berbagai produk dari tanah liat. Dari yang tradisional seperti maron(tempat air), padasan(tempat wudlu), tungku dan produk yang telah dikembangkan seperti wine cooler(tempat botol), tempat lilin, kap lampu, nampan, topeng, patung, dan berbagai souvenir. Banyak peningkatan dari segi desain dan mutu produk sehingga tidak hanya bersifat fungsional, akan tetapi juga berkesan artistik.


Sentra industri gerabah yang dimulai sejak tahun 1978, sampai sekarang dirasakan sangat bermanfaat terutama bagi penyediaan lapangan pekerjaan. Ada sekitar 178 tenaga kerja yang terserap ke industri gerabah ini. Masing-masing ada yang ke Siti Aji Tri Tunggal, Siti Kencono, dan Sri Puspito yang semuanya terdapat di desa Panjangrejo.

Proses pembuatan produk yang tidak memakan waktu lama dan terkesan sederhana membuat banyak warga Panjangrejo yang sebagian besar warga Jetis, Watu, dan Nglorong terjun menekuni kerajinan gerabah, tanpa meninggalkan mata pencahariannya terdahulu seperti pertanian dan peternakan.

Wisatawan yang tertarik dapat datang dan melihat secara langsung proses pembuatan produk dari tanah liat, dan berbincang-bincang dengan para perajin. Hasil olahan tanah liat ini akan dibedakan dalam dua jenis produk yaitu produk natural/alami(tanpa bahan kimia) seperti tamarine & black terracota dan produk hasil pengecatan.

Bagi para wisatawan, perjalanan wisata dapat dirangkai menuju Imogiri yaitu kawasan pegunungan nan indah tempat Makam Raja-Raja Kasultanan Yogyakarta dan Surakarta, Makam Seniman, Sentra Industri Keris di Banyusumurup, Pengobatan Gurah ( membantu menjernih-kan suara dan membantu menghilangkan noda dalam paru-paru), dan industri ukir kulit di Pocung. Desa Panjangrejo berjarak sekitar 15 km arah tenggara kota Yogyakarta, tepatnya di kecamatan Pundong kabu-paten Bantul.

Peristiwa Rengasdengklok


Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya. Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.